Sumber gambar: wasterdockers.wordpress.com
“Karena tidak ada hal yang lebih indah dan romantis selain mati bersama saat berjihad melawan penindasan dan kesewenang-wenangan”
Dunia
permusikan dalam negeri tengah mengalami kelesuan, begitu komentar banyak
orang. Sangat sulit menemukan pengganti maestro sekelas Crisye, atau musisi
yang kemampuannya mendekati sang legenda Iwan Fals. Bahkan tidak jarang musik
dalam negeri menjadi bahan bullying, wajar
bagi saya, mungkin mereka haus dengan musik-musik yang bisa memanjakan telinga
dan jiwa mereka. Seperti saya yang pengagum berat Iwan Fals, sampai saat ini
belum menemukan musisi dengan irama dan syair sedalam lagu-lagu Iwan Fals.
Di
tengah bullying masyarakat
terhadap musik dalam negeri saat ini, baik itu cemen, dangkal, gak bermutu, kacangan, dan
kata cacian lainnya, suatu malam saya tidak sengaja mendengar alunan musik yang
begitu dalam. Di sebuah warung kopi, saat tengah sendirian merangkai kata-kata
untuk menyerang birokrat fasis sembari menikmati kopi pahit yang sudah mulai
dingin, alunan lagu itu langsung masuk ke relung-relung jiwa yang jarang
tersentuh. Membangkitkan kembali rasa melankolis yang sudah lama mati dalam
diri saya. Langsung saja saya tanyakan judul dan penyanyinya kepada penjaga
warung kopi, ternyata Banda Neiralah empunya lagu dengan judul “Sampai Jadi
Debu” itu. Masih agak asing namanya bagi saya.
Tapi
terlepas dari keasingan tersebut, sebuah optimisme terhadap industri musik kembali
tumbuh. Ternyata masih ada musik-musik berkualitas karya anak bangsa, alunan
nada yang sederhana namun tidak sederhana membuat saya langsung jatuh cinta
dengan lagu tersebut. Tidak hanya itu, syair yang disenandungkan juga tidak
hanya indah dan puitis, melainkan dalam dan penuh makna. Tidak seperti
musik-musik instan yang booming lewat
Youtube, populer hanya karena liriknya yang vulgar bahkan terkesan tidak
senonoh, sangat tidak mendidik, begitu dosen PKn saya berpendapat. Yang membuat
saya lebih senang, Banda Neira merupakan grup musik indie, bukan
grup musik yang dilahirkan dari label musik kapitalis.
Terlepas
dari makna sebenarnya, yang lebih paham tentu Banda Neira sendiri, namun
sebagai konsumen tentu saya boleh berkomentar dan memaknainya sesuai dengan
subyektivitas saya. Bagi saya lagu “Sampai Jadi Debu” bukan sekadar lagu romance yang
berisi kisah percintaan antara dua sejoli, melainkan sebuah cerita romantis,
perpaduan antara perlawanan dan kesetiaan. Jauh lebih dalam daripada lagu-lagu
dalam negeri yang sempat populer seperti lagu milik Noah, Ungu, Kangen, apalagi
Younglex. Eh, sek,
Younglex itu siapa ya? Asudahlah.
Kembali
ke lagu “Sampai Jadi Debu”, di awal lagu kita akan dimanjakan dengan alunan
gitar akustik dan piano yang begitu menenangkan. Seperti yang saya sampaikan di
atas, sederhana namun tidak sederhana. Cukup panjang pengantar instrumental
yang dimainkan, hampir tiga menit, meski begitu sama sekali tidak membuat saya
bosan mendengarnya. Alunannya justru membuat saya semakin terlena, melodi yang
dihasilkan seolah telah menyatu dengan jiwa saya yang kering karena terlalu
lama menahan dahaga akan nada-nada yang bukan sekadar nada. Nada yang dimainkan
Banda Neira seakan memiliki ruh, masuk ke dalam sudut-sudut jiwa terdalam
melalui alam bawah sadar siapapun yang mendengarnya.
Memasuki
menit ke 2.50, kita akan dimanjakan dengan suara Rara yang begitu syahdu nan
renyah. Bait pertama sudah begitu dalam, “Badai Tuan telah berlalu; Salahkah ku
menuntut mesra”. Menggambarkan sebuah akhir dari perjuangan, sebuah perlawanan
terhadap berbagai masalah dan rintangan yang digambarkan dengan badai.
Perlawanan di sini saya artikan luas, bisa perlawanan terhadap penguasa yang
fasis, birokrat yang sewenang-wenang, sistem yang menindas, atau yang paling
sulit dilawan, nafsu diri sendiri.
Bait-bait
perlawanan kembali didengungkan, kali ini dengan suara Ananda Badudu yang dalam
lagi menenangkan setiap hati yang gelisah lewat bait “Tiap taufan menyerang;
Kau di sampingku; Kau aman ada bersamaku”. Badai mungkin telah berlalu, namun
tidak menutup kemungkinan taufan akan melanda, karena itu kebersamaan tetap
harus di jaga. Mendengar syair ini saya teringat dengan masyarakat Indonesia
yang begitu majemuk, beragam suku, agama, ras, golongan, dan budaya. Keragaman
ini memiliki kelemahan tersendiri, yaitu rawan untuk dipecah belah dengan
mengadu domba antar golongan. Ini yang sedang dihadapi bangsa ini, karena itu
kebersamaan dan persatuan menjadi hal yang wajib untuk selalu dipegang. Menjadi
pribadi yang tidak mutungan juga
tidak kalah penting, dengan begitu kita tidak akan mudah terprovokasi seperti
kaum pentol korek, gesek sedikit langsung terbakar.
Bait
“Sampai kita tua; Sampai jadi debu; Ku di liang yang satu; Ku di sebelahmu”
mengakhiri keindahan lagu ini. Sebuah akhir yang menggambarkan kesetiaan abadi.
Bukan sekadar janji gombal ala cinta monyet ABG, “akan setia sampai kapanpun,
saat suka maupun duka”. Untaian kata yang dirajut Banda Neira terasa begitu
tulus dan suci, sangat apik. Dari sudut pandang romantik bait ini mengajarkan
bagaimana kemesraan dan kesetiaan yang hakiki. Membuat siapapun yang
mendengarnya selalu memegang teguh kesetiaan tanpa ingin tahu bagaimana rasanya
mendua.
Dari
sudut pandang saya, kesetiaan yang terkandung dalam sulaman bait itu lebih dari
sekadar kesetiaan antara dua sejoli yang tengah memadu kasih. Syair “Sampai
Jadi Debu” mengajarkan saya untuk tetap setia pada proses, yaitu perlawanan
terhadap segala bentuk kemungkaran. Setia untuk menentang badai, menghadang
taufan, melenyapkan bersama setiap penindasan, meski risikonya diri sendiri
yang akan lenyap. Setia untuk meniti jalan jihad untuk melawan kezaliman,
membela kebenaran dan keadilan, karena itulah jihad yang hakiki. Tidak peduli
Satpol PP menggaruk, bahkan
tentara menghadang. Karena tidak ada hal yang lebih indah dan romantis selain
mati bersama saat berjihad melawan penindasan dan kesewenang-wenangan.
Lagu
ini memang sudah cukup lama, rilis pada awal tahun 2016, meski begitu
keindahannya tidak akan pudar terkikis waktu. Saya memang cukup terlambat
mengenal Banda Neira, bahkan mengenalnya setelah bubar. Tapi tidak apa, agak
kecewa memang mendengar kenyataan itu. Namun setidaknya kini play
list lagu
saya telah bertambah dengan album-album Banda Neira.
Dimuat
pertama kali di www.minumkopi.com