Sumber gambar: Warning Magazine
Lirik lagu-lagu Iksan Skuter
memang sederhana, tak banyak kata-kata puitis yang sarat majas. Namun
kalimat-kalimatnya sarat kejujuran dan kebenaran. Tapi bukankah puisi yang
paling puitis adalah kebenaran itu sendiri?
Banyak
jalan berjihad melawan kesewenang-wenangan. Tak melulu membopong senjata di wilayah
konflik. Zaman semakin berkembang, semakin banyak media yang bisa digunakan
untuk memberikan kontribusi meruntuhkan suatu penindasan. Misalnya melalui
musik, seperti Iksan Skuter. Pria kelahiran Malang ini menjadikan musik sebagai
senjata untuk meruntuhkan tirani. Perpaduan nada dari gitar bolong dan
kata-katanya yang tajam tanpa tedeng
aling-aling menjelma menjadi sniper yang
tepat menembus kepala musuh.
Ketika
banyak musisi-musisi lain berlomba membuat lirik yang puitis dan sarat majas
hingga sulit dipahami, Iksan memilih menggunakan kata-kata awam, bahkan
menjurus frontal. Karena itu, setiap bait lagunya seolah dapat bercerita
sendiri kepada siapa pun yang mendengar. Misalnya saja lagu ‘Nyalakan Tanda
Bahaya’ yang dirilis pada 2016. Kata-kata yang sederhana membuatnya dapat
dipahami semua orang, tak harus memiliki kemampuan khusus tentang musik atau
sastra.
“Apakah pemimpin itu harus
kaya?
Bergelimang harta dengan uang
kita?
Apakah pemimpin itu harus
mempunyai mobil mewah
Dan dikawal setiap hari”
Selain
sederhana, apa yang diceritakan Iksan merupakan realitas yang dirasakan banyak
orang. Seperti lagu lainnya, ‘Partai Anjing’ yang juga dirilis tahun 2016. Dalam
lagu ini sangat jelas kritikan tajamnya kepada para politikus yang
berlomba-lomba merebut kekuasaan untuk memperkaya dirinya sendiri.
“Orang-orang brengsek suka
makan duit rakyat
Masuk ke partai anjing
Yang suka korupsi dan pandai
mengumbar janji
Bergabung ke partai anjing
Punya tujuan mulia menjual
aset negara
Merekrut anggota yang rakus
seperti hhuukk hhhukk
Merekrut anggota yang tak
malu tak punya muka
Karena semua anggotanya harus
keturunan anjing”
Meski
menggunakan kalimat satire, namun sindirannya sangat jelas tertuju pada siapa.
Dan headshot!
Lagu-lagunya
tidak hanya berkutat pada isu politik di tingkat atas, tapi juga mengkritik
realitas-reaitas sosial yang ada di sekitar kita. Seperti lagu ‘Bingung’. Iksan
menceritakan betapa sulitnya menjadi manusia baik di era sekarang ini. Apa pun
yang dilakukannya, seolah tak pernah benar di mata orang.
“Kiri dikira komunis
Kanan dicap kapitalis
Keras dikatai fasis
Tengah dinilai tak ideologis
Muka klimis katanya necis
Jenggotan dikatai teroris
Bersurban dibilang
kearab-araban
Bercelana levis dibully
kebarat-baratan
Diam dianggap pasif
Lantang katanya subersif
Bertani dianggap kuno
Jadi pegawai distempel mental
londo (Belanda-red)”
Ketika
mendengar lirik-lirik yang dinyanyikan, kita akan bertanya-tanya, ‘terus aku kudu piye dek?’. Di era
sekarang, menjadi manusia terasa semakin sulit, dan itu adalah masalah untuk
manusia sendiri. Seperti yang dikatakan Iksan masih di lagu yang sama.
“Makin hari makin susah saja
Menjadi manusia yang manusia
Sepertinya menjadi manusia
Adalah masalah buat manusia”
Tanah
Papua yang kerap dimarginalkan juga tidak luput dari perhatian Iksan. Dalam
lagunya yang berjudul ‘Papua Ku Cinta’ Iksan menceritakan betapa indah dan
kayanya Tanah Papua, juga ramah dan penuh cintanya orang-orang Papua. Namun Iksan
mengkritik keras kenyataan saat ini, bahwa Papua kerap dilupakan dalam
pembangunan apa pun. Sehingga kesan Indonesia selama ini hanya sebatas Jawa dan
Jawa.
Meski
kebanyakan lagu-lagunya berisi perlawanan dan perlawanan, bukan berarti hati
Iksan kering akan cinta dan kasih. Lagu-lagunya seperti ‘Rindu Sahabat,
‘Untukmu Gadisku’, ‘Bapak’, ‘Pulang’, ‘Doakan Ayah’, cukup membuktikan bahwa di
balik kerasnya pada kesewenang-wenangan, Iksan masih memiliki kelembutan kasih
kepada orang-orang yang ia sayangi.
Perspektifnya
akan cinta dia tiangkan dalam sebuah lagu berjudul ‘Cinta Itu Adalah’. Liriknya
tidak perlu ditafsirkan oleh ahli bahasa atau sastra. Intinya bagi Ikhsan Cinta
itu adalah keikhlasan.
Cinta itu matahari kepada rerumputan
Ikhlas menyinari dan jujur menghidupi
Cinta itu lautan kepada nelayan
Berikan apapun tak mengharapkan imbalan
Cinta itu udara kepada bumi manusia
Tak pernah berikrar dan tak pernah berbayar
Cinta itu hijau hutan kepada binatang
ikhlas dan rela berkorban, teduh melindungi
Iksan
melanjutkan...
Cinta itu tak pernah banyak mulut dan kata
Tak terlihat dan selalu berkata-kata dengan
rasa
Cinta itu induk singa bersama anaknya
Tak terfikir membunuh dan tak terfikir membuangnya
Cinta itu embun pagi kepada cakrawala
Mendinginkan, membuat indah fajar pagi yang
merekah
Cinta itu hati yang ada di tubuh kita
Tak bicara, tak berkata, tapi menggerakkan
semuanya
Lirik
lagu-lagu Iksan Skuter memang sederhana, tak banyak kata-kata puitis yang sarat
majas. Namun kalimat-kalimatnya sarat kejujuran dan kebenaran. Tapi bukankah
puisi yang paling puitis adalah kebenaran itu sendiri? [ ]
Yogya, 28 Maret 2018
Komentar
Posting Komentar