Isi Rapat Para Petinggi Kampus di Suatu Negeri Khayangan

Sumber gambar: Pixabay

Suatu hari, di suatu kampus di negeri khayangan, para senat dan jajaran tinggi birokrat kampus sedang melakukan rapat tertutup untuk membahas Anggaran Biaya Semesteran (ABS). Kebetulan sebentar lagi akan memasuki tahun ajaran baru, tandanya sebentar lagi mereka akan menerima mahasiswa baru. Suasana rapat cukup panas.

Senat: Jadi bagaimana Pak Rektor, apakah bapak sepakat dengan strategi yang saya tawarkan tadi?

Rektor: Apakah itu tidak terlalu berrisiko? Kalau kita naikkan ABS-nya, bisa-bisa menurun nanti peminat kita.

Wakil Rektor: Ah, masalah peminat itu gampang Pak Rektor. Kita punya media, kita publish saja prestasi-prestasi mahasiswa kita seperti juara balap tamiya tingkat internasional misalnya. Kalau perlu kita bayar media nasional supaya citra kampus kita semakin cantik. Dengan begitu saya yakin peminat kampus kita tidak akan menurun, justru akan semakin tinggi. Dengan begitu pundi-pundi rupiah kita akan semakin besar.

Senat: Betul itu pak, sepakat saya dengan Pak WR.

Rektor: Tahun-tahun sebelumnya juga sudah tinggi ABS-nya, tapi banyak mahasiswa kita yang menuntut penurunan ABS. Bagaimana itu Pak?

Senat: Wah, kalau itu gampang Pak. Saat para maba baru masuk, bahkan kalau perlu sebelum mereka tahu besaran ABS yang harus dibayar, kita suruh saja mereka menandatangani surat perjanjian tidak akan menurunkan ABS, beres.

Rektor: Hmm, apakah mereka mau menandatangani? Lha wong ABS-nya saja belum tahu berapa.

Wakil Rektor: Ah, namanya juga maba Pak. Tenang saja, mereka sudah bisa masuk kampus negri saja sudah bersyukur. Mereka masih polos. Pasti mau lah.

Rektor: Haha, benar juga Pak, cerdas juga Anda.

Wakil Rektor: Eitss, jangan salah Pak, gini-gini saya profesor lohh.

Rektor: Hehehe,sekarang bagaimana kalau mahasiswa-mahasiswa yang tua-tua itu yang cerewet? Bisa jadi mereka memprovokasi maba-maba yang polos itu nantinya. Bahaya itu Pak.

Senat: Alaaah, itu perkara gampang Pak. Kita buat saja perlombaan yang hadiahnya lumayan. Kalau kita sibukkan saja mereka dengan mewajibkan membuat proposal Program KreativitaS (PKS). Selain itu kita tuntut mereka untuk lulus tepat waktu, kalau perlu kurang. Gerak mereka juga kita batasi dengan memberlakukan jam malam sekretariat, seperti di pesantren-pesantren itu. Dengan begitu mereka akan sangat terkonsep.

Wakil Rektor: Betul itu pak, sepakat saya dengan Pak Senat. Nah untuk organisasi-organisasi yang sering bikin rusuh, sering protes, kita bekukan saja mereka. Kita fitnah mereka dengan menyebar isu bahwa mereka menganut ideologi komunis, pengikut ISIS, Remason, Illuminati, atau pengikut ajaran alien. Dengan begitu kita punya alasan untuk membekukan mereka.

Rektor: Wah, bapak-bapak ini memang luar biasa. Tidak salah saya mengangkat Anda bulan lalu, hahaha.

Senat: Haha, teknisnya serahkan saja sama kami Pak. Pokoknya ABS, Asal Bapak Senang, hahaha.

Rektor: Hahaha, baik-baik, yang penting jangan sampai ketahuan Pak Menteri saja.

Wakil Rektor: Tenang Pak, masalah Pak Mentri itu urusan saya, semua aman, sudah saya bereskan.

Rektor: Hahaha, luar biasa kalian, mari kita bersulang untuk malam ini, cissss… 

Cerita di atas hanyalah fiktif belaka, jika memang ada, itu pasti terjadi di khayangan. Tidak mungkin terjadi di dunia nyata, apalagi di kampus saya. 


Komentar