Sumber gambar: Pixabay
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”
Wajah
Republik Kini
Pesan
Bung Karno di atas terbukti nyata kebenarannya, merdeka dari kolonial asing
tidak sertamerta bangsa ini terlepas dari belenggu kesengsaraan. Bung Karno
berkata, bahwa kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, namun awal untuk mencapai
bangsa yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Pasca kemerdekaan munculah
manusia-manusia tak bermoral sebagai penguasa negeri ini. Manusia bermoral
bengis dengan kekuasaannya rela menjual bangsa sendiri demi harta, tahta dan
kepuasan syahwat. Manusia itu tanpa rasa dosa !, tega memakan daging dan
menghisap darah rakyat demi kepentingan perutnya sendiri.
Di
era Bung Karno (red.-imperialisme dan kolonialisme), kita sepakat
menghadapi lawan yang sama yaitu: Kolonialis, namun era telah berganti, kondisi
republik telah menjelma menjadi satu bangsa kesatuan utuh yang dipimpin oleh
manusia-manusia kita, ya SAUDARA KITA !!!. Para kolonialis itu bukan lagi
berkulit putih, bertubuh tinggi besar, hidung mancung, dan bukan lagi para
menir, mister atau tuan-tuan bermata sipit, melainkan SAUDARA KITA sendiri.
Manusia itu lahir dan tumbuh di republik ini, namun mereka terjangkit moral
biadab menjual bangsa demi kepentingan pribadi dan golongannya. Fenomena itu
memaksa mahasiswa terpanggil melakukan pergerakan menuju perubahan.
Disorientasi
Arah Pergerakan
Pergerakan
mahasiwa melahirkan organisasi-oragnisasi perjuangan untuk menyelamatkan
bangsanya dari kerakusan penguasa zalim. Ironisnya,
organaisasi-organisasi pergerakan itu tidak akur, bahkan cenderung
bermusuhan. Permusuhan dilatarbelakangi adanya perbedaan ideologi, seperti
paham nasionalis dengan paham keagamaan. Bahkan se-agamapun tidak menjamin
organanisasi-organisasi itu berjuang secara sinergis. Contoh organisasi
berasakan ideologi keislaman, mereka terpecah menjadi sub-paham Islam
ketimuran, tradisional, bahkan nasionalis. Egoisme ideologi menjadikan jurang
pemisah antar organisasi semakin lebar dan curam. Perpecahan diperparah dengan
perbedaan afiliasi, praktik politik praktis yang tumbuh menjamur di dalam organ
semakin memperkeruh keadaan.
Jika
organisasi mahasiswa terus bersikap konservatif, bergerak individualis tanpa
persatuan, tujuan Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
hanyalah ilusi belaka. Bangsa ini akan terus digerogoti oleh penguasa biadab.
Mahasiswa harus sadar, mendebatkan ideologi sudah tidak relevan. Kita
sudah memiliki Pancasila, ideologi yang mengakomodir kepentingan kemajemukan
bangsa ini, bukan kepentingan suku, agama, maupun golongan teretentu.
Pergerakan
Total 100 Persen
Organisasi
pergerakan harus bersatu untuk memperkaya pemikiran revolusioner demi
terciptanya kekuatan dahsyat dan progresif. Perbedaan prinsip yang menyekat
harus dirobohkan untuk menciptakan pergerakan total 100 persen. Egoisme
ideologi harus dibuang jauh-jauh, guna mencegah perpecahan yang melemahkan.
Arah pergerakan harus ditujukan pada kepentingan umum, bukan kepentingan
pribadi, agama, golongan, maupun kelompok-kelompok tertentu. Organisasi
pergerakan mahasiswa harus menjadi motor penggerak perjuangan yang mampu
mengakomodir kepentingan bangsa. Bersatulah organisasi pergerakan mahasiswa !
Bersatulah !