Kenapa Kita Malah Menghakimi Pesepeda?

Bertahun-tahun lamanya kita mengutuk knapot. Kita mengamini bahwa knalpot adalah sumber banyak masalah: kebisingan, pencemaran, penipisan ozon, sampai pemanasan global yang membuat umur Bumi kian pendek. Namun di lain sisi, selain mengutuk toh kita tetap tidak bisa lepas dari knalpot dan segala mudhorotnya. Kita masih tetap menggunakan motor atau mobil kita yang nyaman. Ada juga yang menggunakan transportasi umum. Tapi toh, transportasi umum juga tidak lepas dari knalpot dan berbagai masalahnya.

Bertahun-tahun, orang-orang berkampanye untuk bersepeda. Dengan harapan bisa mengurangi kekacauan ini.Tapi, hasilnya nihil. Stigma yang melekat pada sepeda pun masih merupakan kendaraan kalangan menengah ke bawah: orang miskin. Bahkan pada 2008 silam, Pemkot Jogja sampai mencetuskan Sego Segawe, Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe yang dicetuskan oleh Walikota Jogja saat itu, Heri Zudianto. Hasilnya apa? Nihil.

Hingga entah bagaimana mulanya, di tengah pandemi ini tiba-tiba semua bersepeda. Tidak ada kampanye untuk bersepeda, bahkan rakyat diminta untuk berdiam diri di rumah. Tapi siapa sangka, semua kini naik sepeda, tanpa mengenal lagi kaya dan miskin. Ini adalah sebuah pencapaian luar biasa. Tren yang gagal kita wujudkan selama puluhan tahun, berhasil diwujudkan hanya dengan dua bulan oleh si  corona. Lantas, kenapa malah kita nyinyiri?

Tapi banyak pesepeda baru yang ngeselin, enggak patuh aturan lalu lintas dan enggak menghargai pengguna jalan lain.

Hei, apa hanya pesepeda yang sering melanggar lalu lintas? Ayolah, tidak usah munafik. Toh kita sebagai pengendara motor atau mobil setiap hari pasti ada yang melanggar aturan lalu lintas. Entah itu menerobos lampu merah, melewati marka jalan, tidak memakai helm, tidak menyalakan lampu utama, spion hanya satu, berhenti dan parikir sembarangan, berhenti di zebra cross dan lajur sepeda, atau sekadar tidak menyalakan lampu sen saat belok. Bukankah itu semua melanggar aturan lalu lintas?

Soal tidak menghargai pengguna jalan lain, ayolah, berapa tahun lamanya pesepeda tidak pernah mendapatkan hak-hak mereka di jalan raya? Bahkan sampai sekarang, mereka masih belum mendapatkan haknya yang semestinya. Hal yang paling sederhana, kita sebagai pengguna motor atau mobil, pernahkah mematuhi aturan bahwa lajur di sebelah kiri jalan dan di depan di lampu lalu lintas sebagai hak pesepeda? Ya, kita selalu menyerobot hak mereka dengan dalih, “ah kan enggak ada yang pakai sepeda”. Ayolah, tidak ada yang berhak bukan berarti sesuatu menjadi sah milikmu.

Jadi gimana, masih mau ngomongin hak dan kewajiban?

Toh sangat wajar jika ada pesepeda yang belum patuh dengan aturan. Mereka adalah orang-orang baru, yang barangkali belum pernah bersepeda sebelumnya. Lambat laun, mereka juga akan belajar, tenang saja. Dengan catatan, mereka juga diberikan hak-haknya.

Jangan terlalu tegang lah. Nikmati saja semua ini. Ini adalah sebuah keberhasilan, sebuah tren yang sudah sekian lama kita nantikan.

Aduh, sudah panjang belum dapat punchline pula. Yasudah, saya tutup saja dengan pesan moral supaya terkesan bijak. Jangan lupa, selain perbanyak bersepeda, perbanyak juga baca buku. Sebab, bukan hanya raga yang perlu diolah, tapi otak juga. Masih ingat kan pepatah lama, rajin mebaca jadi pintar, malas membaca jadi????

Hei, ada kangbaso, kebetulan banget tengah malem lagi dilanda laper.


Komentar


  1. AJOQQ menyediakan permainan poker,domino, bandarq, bandarpoker, aduq, sakong, bandar66, perang bacarat dan capsa :)
    ayo segera bergabung bersama kami dan menangkan uang setiap harinya :)
    AJOQQ juga menyediakan bonus rollingan sebanyak 0.3% dan bonus referal sebanyak 20% :)
    WA;+855969190856

    BalasHapus

Posting Komentar