SIAPA yang paling lantang meneriakkan ‘Tuhan tidak perlu dibela’, ketika ada sekelompok orang lainnya ramai-ramai turun ke jalan untuk ‘membela agama Allah’?
Ya, orang-orang yang tergabung dalam ormas Islam terbesar di Indonesia.
Mereka selalu mengutip perkataan Gus Dur, sebagai dasar argumennya. Pernyataan ‘Tuhan tidak perlu dibela’, akhirnya semakin sering kita dengar beberapa tahun belakangan.
Semua orang yang ingin dicap penganut Islam yang moderat dan toleran, wajib memegang teguh tesis itu. Sedangkan orang-orang yang mengklaim dirinya sedang membela agama Allah, akan dicap sebagai kelompok radikal, kadrun!
Kemarin, seorang komedian nasional terkenal memberikan statemen, bahwa ormas Islam terbesar itu terlampau elitis, berbeda dengan ormas Islam lainnya yang sekarang sudah dilarang. Menurut dia, yang mengutip pernyataan sosiolog senior, ulama-ulama dari ormas terlarang selalu membuka pintu rumahnya untuk rakyat yang sedang kesulitan, seperti tanpa sekat.
Berbeda dengan ulama-ulama dari ormas terbesar pertama dan kedua. Dia menilai, ulama dari kedua ormas itu memiliki sekat dengan rakyat, sehingga justru ormas yang dianggap terlarang itulah yang bisa lebih dekat dengan rakyat.
Okey, ormas terlarang itu FPI, ormas islam terbesar itu NU, sedangkan ormas Islam terbesar kedua itu Muhammadiyah. Dan komedian itu adalah Pandji Pragiwaksono.
Beberapa saat setelah video itu dirilis, sepotong videonya viral di media sosial. Pandji ikut trending berhari-hari.
Latar belakang politiknya sebagai mantan jubir Anies Baswedan dibawa-bawa, dan disangkut-pautkan dengan keberpihakannya pada FPI. Banyak yang ngamuk, tidak terima, bahkan ada yang ingin membawanya ke jalur hukum.
Saya tidak mau masuk dalam perdebatan, siapa yang lebih berperan dan berkontribusi untuk rakyat. Yang saya tahu, kebebasan berserikat dan berpendapat itu dilindungi UU.
Karena kepentingan politik, mereka seolah lupa bagaimana dulu menaikkan narasi ‘Tuhan tidak perlu dibela’.
Saya melihat ada dua kemungkinan, kenapa seolah ormas lebih penting dibela ketimbang Tuhan. Pertama, karena memang Tuhan itu Maha Segalanya, sehingga tidak perlu dibela. Sementara ormas penuh dengan kelemahan, sehingga dianggap perlu dibela. Ini menunjukkan rasa pesimistis dan inferioritas.
Tapi ini lebih baik ketimbang kemungkinan kedua: mereka menganggap ormas lebih suci ketimbang Tuhan.
Mereka merasa, ormasnya sudah sempurna, tanpa cela. Sehingga ketika ada yang memberi kritik, alih-alih instropeksi dan evaluasi, malah menganggapnya sebagai penghinaan. Pada akhirnya, mereka sama saja dengan ormas sebelah yang mereka musuhi.
Saya masih percaya, NU hanya bisa dihancurkan dari dalam. Dan orang-orang fanatis seperti ini yang akan menghancurkan NU dari dalam.
Oh iya, menariknya, dari dua ormas yang dikritik Pandji, hanya satu yang terlihat reaksioner dan kebakaran jenggot. Ah lupa, yang punya jenggot kan orang-orang yang ada di ormas terlarang itu.
Teralu dekat dengan istana dan kekuasaan memang tak baik.
Yogya, 24 Januari 2021
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Komentar
Posting Komentar